Tulisan, merupakan salah satu cara untuk memberitahukan sesuatu pada orang lain selain dengan tuturan. Budaya tulisan merupakan sebuah kebudayaan baru, yang menjadi pemisah antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah. Pada awalnya, tulisan-tulisan ini masih berupa simbol-simbol yang digambar di sembarang tempat, seperti di dinding gua. Budaya tulisan yang lebih maju diperkenalkan oleh bangsa Mesir kuno dan Babilonia, yang sudah menggunakan simbol-simbol yang sistematis untuk mengatakan sesuatu. Tulisan tersebut dikenal dengan nama Hieroglif. Sejak itulah zaman sejarah dimulai.
Sementara itu, budaya tulis dari wilayah lain juga mengalami perkembangan, seperti di Asia Tenggara, dengan induknya bahasa Dewanagari dari India. Perlahan-lahan budaya tulisan ini mengalami perkembangan sesuai dengan daerahnya masing-masing, meskipun berasal dari satu induk yang sama. Pada sekitar abad pertama, ketika di Indonesia berdiri kerajaan tertua, yaitu Kerajaan Salakanagara kemudian Kerajaan Kutai dan Tarumanagara, kerajaan-kerajaan tersebut menggunakan satu budaya tulis dan budaya lisan yang sama. Dari prasasti-prasasti peninggalan ketiga kerajaan tersebut masih menggunakan Bahasa Sansekerta dan Aksara Pallawa. Budaya tulis dan budaya lisan yang sama juga digunakan oleh Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatera, yang terpisah dengan Pulau Jawa.
Kemudian perkembangan mulai terjadi dengan meletusnya Gunung Merapi lampau yang memaksa Kerajaan Mataram Kuno memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Saat itu terjadilah pembagian, dimana beberapa masyarakat pindah ke Jawa Timur, serta sebagian lain pindah ke Jawa Barat. Sementara perkembangan bahasa Dewanagari di luar Indonesia kemungkinan juga mengalami perubahan.
Di Jawa Timur sendiri kemudian bermunculan kerajaan yang berkuasa secara bergantian. Namun, satu yang paling berpengaruh yaitu Majapahit, yang sudah menggunakan Bahasa Kawi dengan Aksara Kawi, dengan munculnya berbagai Kakawin (kawi: sastra, ahli sastra: perawi). Contoh kakawin yang menggunakan budaya tulis ini adalah Kakawin Negarakertagama karya Mpu Prapanca, pada era keemasan Majapahit. Disamping bahasa Kawi dan aksara Kawi, muncul juga bahasa Jawa Kuno (sisa-sisa bahasa Jawa Kuno dapat ditemui di daerah Banyumas dan sekitarnya, atau daerah yang menggunakan logat Ngapak).
Kemudian bahasa Kawi kemungkinan menurunkan bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Yogyakarta dan Solo (bahasa Jawa mempunyai sekitar enam logat yang berbeda), karena bahasa Jawa logat Yogya-Solo merupakan bahasa Jawa yang tergolong halus, berbeda dengan dialek bahasa Jawa lainnya.
Aksara Jawa sendiri mengalami perkembangan. Aksara yang menurut cerita merupakan ciptaan dari seorang raja bernama Ajisaka ini mengalami perkembangan hingga bentuk yang dikenal sekarang ini. Perkembangan juga ada di daerah lain seperti Sunda dan Bali, yang memiliki bentuk yang hampir mirip dengan aksara Jawa. Mungkin hal ini disebabkan oleh faktor geografis.
Sementara bentuk budaya tulis yang sangat berbeda dapat dilihat di Lampung dan Bengkulu dengan aksara Kaganga-nya. Meskipun mempunyai nama yang sama, kedua aksara di masing-masing daerah tersebut mempunyai perbedaan. Perbedaan ada pada bentuk dan beberapa bunyi kata yang berbeda.
Masih banyak aksara-aksara lain yang tersebar di Nusantara ini. Nusantara bukan hanya Indonesia jika mengacu pada Sumpah Palapa. Banyak kemiripan antara kebudayaan di Nusantara ini. Hal itu kemungkinan karena kebudayaan tersebut berasal dari satu kebudayaan yang kemudian berkembang sesuai dengan daerah masing-masing. Namun satu hal, bahwa wilayah yang mempunyai budaya lisan dan budaya tulis sekaligus mayoritas berada di timur, dan itu artinya kebudayaan timur lebih maju dibandingkan dengan kebudayaan barat. Tak ada aksara Inggris atau aksara Amerika, yang ada aksara Jawa, Sunda, Bali, Kanji, dan lain sebagainya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment