“Yogyanira kang para prajurit/Lamun bisa sira anulada/Duk inguni ceritane/Andelira Sang Prabu/Sasrabahu ing Maespati/Aran Patih Suwanda/Lelabuhanipun/Kang ginelung tri pakara/Guna kaya purun ingkang den antepi/Nuhoni trah utama
Lire lelabuhan tri pakawis/Guna; bisa saniskareng karya/Budi dadya nanggule/Kaya sayektinipun/Duk bantu prang Magada Nagri/Amboyong putrid dhomas/Katur ratunipun/Purune sampun tetela/Aprang tandhing lan ditya Ngalengka nagri/Suwanda mati ngrana”
Bagi masyarakat Jawa, segala sesuatu yang ada di dunia ini, baik itu alam ataupun karya seni manusia mempunyai pesan tersirat yang bisa digunakan untuk menjalani kehidupan ini. Pun dalam pertujukan seni wayang kulit, yang memang telah diakui oleh masyarakat dunia bahwa karya seni ini mempunyai pesan-pesan yang baik. Akan tetapi, ada kalanya pesan-pesan tersebut hanya bisa ditangkap oleh masyarakat Jawa sendiri, yang kemudian memberikan penjelasan kepada masyarakat yang lebih luas.
Sebagai contoh, mungkin tokoh Kumbakarna bagi kebanyakan orang merupakan tokoh jahat. Dengan segala perangainya. Akan tetapi ada sifat dari Kumbakarna yang dapat diteladani, khususnya untuk kondisi Indonesia yang sedang seperti ini, yaitu sifat setia kepada bangsa dan negara.
Pembukaan di atas merupakan semacam penghormatan kepada seorang tokoh dalam pewayangan, yang bernama Patih Suwanda. Tokoh yang mempunyai nama kecil Bambang Sumantri, putra Begawan Suwandagni. Ia mengabdikan dirinya pada Prabu Sasrabahu, Raja Maespati, dengan menunjukkan loyalitas dan kesetiaan yang tinggi pada negaranya. Oleh karena itu secara khusus Mangkunegara IV memberikan pujian kepadanya melalui Serat Tripama, yang diantaranya adalah pembukaan di atas.
Untuk lebih memahami Dhandanggula di atas, di bawah ini terjemahan dalam bahasa Indonesia:
“Seyogyanya wahai para prajurit/tirulah sebisa-bisanya/cerita zaman dahulu/yakni tangan kanan Sang Prabu/Sasrabahu di Maespati/Yang bernama Patih Suwanda/Bekal pengabdiannya/Meliputi tiga hal/Guna, kaya dan purun yang selalu dipegang/Sebagai seorang manusia utama.
Adapun ketiga bekal pengabdian itu/Guna; berarti serba bisa/Berusaha untuk selalu berhasil/Kaya; sesungguhnya/Ketika menjadi panglima perang/Melawan Negeri Magada/Ia sukses memboyong putrid domas/Kemudian dihaturkan kepada rajanya/Purun; jelas ketika bertempur melawan raksasa Alengka/Suwanda gugur di medan laga”
Dengan demikian bahwa tiga hal yang ditekankan dalam tembang di atas yaitu Guna, Kaya, dan Purun. Tiga hal tersebut merupakan hal yang penting bagi seorang warga negara dalam membela bangsa dan negaranya. Dengan memegang tiga hal tersebut, masyarakat diharapkan mempunyai sifat keprajuritan seperti halnya Patih Suwanda, yang Guna: yaitu berani, pandai, dan ahli dalam berbagai ketrampilan. Semuanya ia gunakan untuk memajukan bangsa dan negaranya. Kemudian menjadi seperti Patih Suwanda yang Kaya: meskipun kaya, hartanya selalu siap jika negara membutuhkan. Yang terakhir menjadi seperti Patih Suwanda yang Purun: mau berperang, mau membela kehormatan negaranya, meskipun harus mati di medan perang.
Bait dari Serat Tripama juga secara khusus memberikan apresiasi kepada tokoh lain, yaitu Kumbakarna, yang meskipun berwujud raksasa buruk rupa tetapi memiliki kesetiaan kepada bangsa dan negara yang tinggi. Oleh karena sikapnya itu, Mangkunegara IV memberikan penilaian secara khusu, yaitu janganlah memandang seseorang dari wujudnya, karena belum tentu hatinya akan seburuk wujudnya. Kumbakarna tidak setuju dengan sikap saudaranya (Dasamuka), akan tetapi ia berperang melawan prajurit kera bukan membela saudaranya, tetapi menunaikan tugas sebagai warga negara dan seorang ksatria. Dari sinilah sikap yang bisa dicontoh, Nasionalisme. Memang agak membingungkan, tetapi ketika benar-benar direnungkan, hal tersebut masuk akal.
Tokoh lain yang diberikan apresiasi oleh Mangkunegara IV dalam Serat Tripama adalah Adipati Karna, saudara Pendawa yang lebih membela Astina, dan melawan saudaranya sendiri pada Perang Baratayudha. Hal ini mungkin juga membingungkan, tetapi perlu diketahui bahwa Adipati Karna sudah mengetahui kelicikan Kurawa. Oleh karena itu diperlukan pemahaman lebih lanjut kepada orang yang lebih tahu.
Sudah sepantasnya sebagai warga negara membela bangsa dan negara. Apapun, bagaimanapun kondisi suatu negara tersebut, meskipun misalnya perhatian negara pada masyarakat sangat minim, tetapi janganlah kemudian bersikap cuek ketika negara membutuhkan bantuan. Ambillah contoh Nabi Muhammad SAW ketika dilempar kotoran oleh orang yang tidak menyukainya, beliau malah mendoakan ketika ia sakit. Itulah sikap yang sebenarnya.
Referensi: Hendri, Dimas. 2008. Serat Tripama: Tuntunan Abdi Negara. Yogyakarta: Pilar Media.
SERAT TRIPAMA
Dhandanggula
Patih Suwanda
Yogyanira kang para prajurit/Lamun bisa sira anulada/Duk inguni ceritane/Andelira Sang Prabu/Sasrabahu ing Maespati/Aran Patih Suwanda/Lelabuhanipun/Kang ginelung tri pakara/Guna kaya purun ingkang den antepi/Nuhoni trah utama
Lire lelabuhan tri pakawis/Guna; bisa saniskareng karya/Budi dadya nanggule/Kaya sayektinipun/Duk bantu prang Magada Nagri/Amboyong putrid dhomas/Katur ratunipun/Purune sampun tetela/Aprang tandhing lan ditya Ngalengka nagri/Suwanda mati ngrana
Raden Kumbakarna
Wonten malih tuladhan prayogi/Satriya gung negari ing Alengka/Sang Kumbakarna arane/Tur iku warna ditya/Suprandene nggayuh utami/Duk wiwit prang Alengka/Dennya darbe atur/Mring saka amrih keguh ing atur yekti/Dene mungsuh wanara
Kumbakarna kinen mengsah jurit/Mring kang raka sira pan nglenggana/Nglungguhi kasatriyane/Ing tekad datan sujud/Amung cipta labuh negari/Lan noleh yayah rena/Myang leluhuripun/Wus mukti aneng Alengka/Mangka arsa rinusuk ing bala kapi/Punapi mati ngrana
Adipat Karna
Wonten malih kinarya palupi/Suryaputra Narpati Ngawangga/Lan Pendawan tur kadange/Lan yayah tunggil ibu/Suwita mring Sang Kurupati/Aning nagri Ngastina/Kinarya gul-agul/Manggala golonganing prang/Bratayudha ingadegken senapati/Ngalaga ing Kurawa
Den mungsuhken kadange pribadhi/Aprang tandhing lan Sang Dananjaya/Sri Karna suka manahe/De gonira pikantuk/Marga dennya arsa males sih/Ira Sang Duryudana/Marmanta kalangkung/Dennya ngetog kasudiran/Aprang rame Karna mati jinemparing/Sumbaga wiratama
Katri mangka sudarsaneng Jawi/Pantes sagung kang para prawira/Amirida sakadare/Iung lelabuhanipun/Ajwa kongsi buang palupi/Menawa sibeng nista/Ing estinipun/Senadyan sekadhing buda/Tan prabeda budi penduming dumadi/Marsudi ing kotaman.
0 comments:
Post a Comment