Tanggal 17 Agustus 2012 menjadi dirgahayu kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke-67. Terasa istimewa karena berdekatan dengan momen Hari Raya Idul Fitri yang serentak meski dengan start yang tidak sama. Bagi umat muslim bulan ini seakan menjadi bulan Agustus bulan kemenangan ganda, yang pertama menang karena bebas dari penjajah, dan yang kedua menang karena akhirnya bisa menjumpai Idul Fitri. Menang?
Menang adalah sesuatu yang abstrak, karena wujudnya tidak jelas seperti apa. Orang yang memperoleh hadiah undian belum bisa dikatakan menang seutuhnya, karena ia harus mengurus administrasi agar hadiahnya bisa dibawa pulang. Sebuah tim yang memenangkan suatu pertandingan belum tentu merasa menang jika belum mengangkat trofi juara pertama. Dan lain-lain. Maka, ukuran menang akan berbeda-beda tiap orang.
Lalu, bagaimana dengan orang yang sering disebut tidak beruntung, misalnya maaf, orang yang dianggap orang-orang sebagai orang gila, apakah ia menang? Menang dari penjara duniawi mungkin benar, tapi belum tentu menang dalam perkara akhirat, meskipun orang gila dibebaskan dari syari’at seperti shalat, puasa, ataupun ibadah haji, dan meskipun perkara akhirat hanya Allah SWT yang tahu.
Lantas bagaimana dengan orang-orang biasa seperti kita? Apakah telah menang? Apakah kita telah merdeka? Banyak yang akan mengatakan: Belum.
Kita hidup di generasi pascaperang merebut dan mempertahankan Bangsa Indonesia. Kita mengetahui peristiwa-peristiwa di masa itu dari buku-buku atau cerita-cerita orang-orang tua. Dan kebanyakan adalah cerita-cerita buruk yang sering kita dengar atau kita baca. Meskipun begitu, keadaan saat ini belum tentu lebih baik daripada era peperangan. Jelas pada masa sebelum kemerdekaan, musuh yang dihadapi adalah bangsa asing, kompeni, sementara saat ini kita sering melihat dan membaca peperangan kecil (baca: tawuran) antar tetangga, ataupun antar teman. Mereka mau merdeka dari apa? Penjajahan kawan sendiri? Penjajahan tetangga sendiri?
Berarti kita belum menang.
Kemudian karena pengaruh gaya hidup bangsa asing, tubuh kita (hampir) selalu terbungkus dengan pakaian-pakaian yang baru-baru. Hari kemenangan; tinggalkan yang buruk, kenakan yang baru. Setelah sebulan nafsu terkurung, beberapa hari sebelum hari raya, nafsu mulai menguat, mendorong kita untuk belanja baju-baju yang bagus agar pas hari raya kita bisa terlihat berbeda dari biasanya. Maka sesungguhnya puasa ramadhan tahun ini kita belum mengalami peningkatan.
Seharusnya yang baru setiap hari raya Idul Fitri adalah Hati.
Yang baru seharusnya adalah apa yang ada di dalam diri kita, hati yang semakin bersih karena ditempa selama sebulan dengan menahan nafsu kita agar tidak meraih apa yang ada di depan kita.
67 tahun yang lalu, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta memprokamirkan kemerdekaan Indonesia pada bulan ramadhan, di hari Jum’at Legi. Tahun 2012, 17 Agustus jatuh pada hari yang sama, hanya berbeda pasaran menurut sistem penanggalan Jawa, Jum’at Wage. Seharusnya semangat para pendiri bangsa bisa diwariskan ke dalam masyarakat Indonesia saat ini, sebagai pewaris sebuah negara kepulauan besar dari Sabang sampai Merauke. Bangsa ini tidak diwariskan kepada presiden, tapi kepada seluruh rakyat Indonesia yang mencintai Bangsa Indonesia.
0 comments:
Post a Comment