Kraton
Yogyakarta merupakan salah satu tujuan wisata utama di Yogyakarta. Dengan
dibukanya Kraton Yogyakarta sebagai tujuan wisata, tentunya image kraton yang
wingit, angker, ataupun tertutup perlahan mulai hilang, meski ada beberapa
bagian dari Kraton Yogyakarta yang tidak boleh dimasuki orang lain kecuali
kerabat dan para Abdi Dalem. Tetapi pernahkah memikirkan, mengapa tempat itu
yang dipilih untuk didirikan bangunan kraton? Apakah ada makna khusus sehingga
tempat itu yang dipilih oleh Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengku Buwono I?
Sebagai
salah satu penghubung antara kejayaan masa lalu Nusantara dengan modernitas
Indonesia, Keraton Yogyakarta mempunyai hal-hal yang masih menjadi misteri,
dari apa yang bisa dilihat oleh masyarakat, ataupun yang tidak bisa dilihat
oleh masyarakat. Bahkan hal-hal yang bisa dilihat dengan jelas pun kadang masih
menyisakan misteri yang tidak mudah untuk dipahami. Salah satunya letak Kraton
Yogyakarta yang ada di sebelah selatan Jalan Malioboro yang legendaris.
Sudah diketahui
secara luas bahwa letak Kraton Yogyakarta berada di antara Gunung Merapi di
utara dan Laut Selatan di selatan. Juga berada di antara dua sungai, Sungai
Code di timur dan Sungai Winongo di barat. Dan pemilihan tempat itu menjadi
lokasi bangunan kraton, ternyata bukanlah sembarangan.
Pertama,
permukaan tanah yang kini berdiri bangunan Kraton Yogyakarta merupakan gundukan
yang lebih tinggi daripada permukaan tanah di sekitarnya. Istilahnya, berada
pada bathok bulus (cangkang
kura-kura). Dengan permukaan tanah yang lebih tinggi, kraton tidak akan
tergenang air ketika hujan lebat. Dan sejak pertama dibangun sampai sekarang,
Kraton Yogyakarta belum pernah tergenang air.
Kemudian
kedua, Kraton Yogyakarta terletak antara dua kekuatan alam, yaitu gunung dan
samudra. Dalam kepercayaan hinduisme, dikenal istilah palemahan – pawongan –
parahiyangan. Samudra atau Laut Selatan merupakan simbol palemahan, Kraton
Yogyakarta di tengah-tengah sebagai simbol pawongan, sementara Gunung Merapi di
utara sebagai parahiyangan. Kemudian, oleh Pangeran Mangkubumi atau Sultan HB I
konsep hiduisme tersebut diubah ke dalam konsep Islam-Jawa, yaitu Manunggaling
Kawulo Gusti. Konsep Manunggaling Kawulo Gusti disini bukan diartikan sebagai
bersatunya hamba dan Tuhan, tetapi bersatunya rakyat dan penguasa. Kraton
Yogyakarta juga diapit oleh dua bangunan, yaitu Tugu Yogyakarta (Tugu Golong
Gilig) di sebelah utara, dan Kandang Menjangan di sebelah selatan, tepatnya di
Krapyak. Ternyata bangunan tersebut juga diadaptasi dari konsep hindu yang
diubah menjadi konsep Islam-Jawa. Pada konsep hindu, dikenal bangunan Lingga
dan Yoni, yang mana merupakan lambang kesuburan atau kadang disebut sebagai
lambang pria dan wanita. Tugu Yogyakarta berperan sebagai Lingga, sementara
Kandang Menjangan berperan sebagai Yoni. Oleh Pangeran Mangkubumi atau Sultan
HB I, konsep tersebut diubah ke dalam konsep Islam-Jawa, yang dikenal dengan
sebutan sangkan paraning dumadi (asal mula kehidupan). Dari Krapyak menuju
Kraton disebut sangkan, sementara dari Kraton ke Tugu adalah dumadi. Seringkali
orang-orang menyebut garis imajiner dari tugu ke krapyak, padahal sebenarnya
adalah garis filosofi, karena benar-benar ada garisnya, yaitu berupa jalan
raya.
Ketiga,
tempat yang terletak antara dua sungai bagi masyarakat India merupakan tempat
yang hanya untuk bangunan tempat suci. Jadi tidak sembarangan mendirikan
bangunan yang terletak di antara dua sungai. Tetapi di Indonesia, Kraton
Yogyakarta berdiri di antara dua sungai.
Pangeran
Mangkubumi yang kelak bergelar Sultan Hamengku Buwono I selain panglima perang
yang tangguh juga merupakan arsitek ulung. Hal itu tercermin dari bangunan
Kraton Yogyakarta, baik letak, tata ruang, ataupun ornamen-ornamen yang ada di
kraton. Penggunaan dominasi warna hijau tua dan keemasan juga tidak
sembarangan, karena warna tersebut mempunyai makna tersendiri. Juga berdirinya
Kraton Yogyakarta, ternyata mempunyai rahasia, dan itu sangat berhubungan erat
dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
wah tambah informasi baru nih tentang tata letak Kraton Jogja. terlepas dari semua filosofi itu, ada satu lagi keunggulan letak geografis Kraton Yogyakarta yaitu dari sisi pertahanan, maka pada jaman dahulu barangkali relatif susah untuk diserang musuh, mengingat beberapa rintangan, di sebelah barat ada pegunungan menoreh, di sebelah selatan ada pegunungan kidul, di sebelah utara ada merapi, dan sebelah selatan berbatasan dengan pantai. Kayaknya kita ada kesamaan minat mas tentang budaya walaupun bidang saya bukan dari budaya .. hehehe
ReplyDeletehehe sama sama mas saya baru belajar..saya belajar sejarah otodidak jadi ada beberapa hal yang mungkin malah ngawur hahaha..
ReplyDeletemohon koreksinya kalau ada yang menyesatkan..salam kenal..