Seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan Ramadhan tahun ini juga dimulai dengan perbedaan mengenai awal dari bulan Ramadhan. Meskipun begitu, hal tersebut nampaknya tidak terlalu menjadi masalah bagi masyarakat, kecuali bagi orang-orang yang memang ingin membuat masalah dengan adanya hal tersebut. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya juga, Ramadhan tahun ini juga menjadi ajang bagi para pedagang yang hanya muncul setahun sekali untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat, sekalian ngabuburit, kata anak-anak muda.
Selain dua hal di atas yang masih sama antara Ramadhan tahun lalu dengan Ramadhan tahun ini, ada juga satu hal lagi yang sama, yaitu bulan Ramadhan selalu beriringan dengan masa Bedhidhing, kata orang Jawa. Bedhidhing merupakan sebuah kondisi dimana suhu udara terasa sangat kontras antara siang dan malam. Siang hari sinar matahari sangat leluasa menyinari bumi karena tak terhalang awan, sehingga suhu udara di siang hari terasa sangat panas. Sebaliknya ketika malam hari, suhu udara akan anjlok (bulan ini tercatat 16 derajat celcius) sehingga suhu udara terasa sangat dingin. Meskipun belum pada tingkat ekstrim seperti suhu udara di gurun pasir.
Menurut sistem penanggalan Jawa, atau Pranata Mangsa, di Jawa (Nusantara) terbagi atas empat musim, bukan hanya dua musim seperti yang telah diketahui. Empat musim tersebut terbagi atas empat perputaran (periodisasi) dalam setahun, yaitu Mangsa Mareng (musim pancaroba), merupakan waktu peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, biasanya terjadi hujan deras yang sekejap, angin ribut; kemudian Mangsa Ketiga (musim kering atau kemarau); selanjutnya Mangsa Labuh (awal musim hujan), dan yang terakhir Mangsa Rendheng. Dalam empat musim (mangsa) tersebut, Bedhidhing ada pada Mangsa Mareng atau Pancaroba, yang belum stabil. Di daerah tertentu hujan telah berhenti, tetapi di daerah lain bahkan terjadi banjir akibat hujan deras. Itulah Musim Pancaroba, atau Mangsa Mareng.
Jika direnungkan, mengapa bulan Ramadhan terjadi pada saat dimana suhu udara sangat tidak nyaman untuk melakukan aktivitas? Cuaca yang panas pada siang hari, ditambah kondisi tubuh yang lemas karena berpuasa, membuat manusia lebih mudah mengantuk. Kemudian pada malam hari setelah berbuka puasa, udara yang dingin dan perut yang kenyang akan membuat manusia lebih suka bermalas-malasan – untuk memproses makanan – mungkin itu alasannya. Ditambah lagi pada waktu subuh setelah sahur, manusia juga lebih suka berselimut di rumah daripada berjalan menuju masjid untuk sholat subuh berjamaah. Jadi kesimpulannya adalah, Gusti Allah SWT membuat suhu udara yang dingin ini sebagai alat untuk memilih manusia-manusia yang beribadah dengan sungguh-sungguh. Kalau di industry hiburan televisi, mungkin seperti acara pencari bakat dimana pada akhirnya hanya segelintir yang berhasil masuk ke babak utama dari sekian ribu calon peserta.
Pada awal bulan Ramadhan, masjid-masjid masih penuh dengan jamaah, kemudian berkurang sedikit demi sedikit. Manusia-manusia tersebut telah mendaftarkan diri di sebuah audisi yang diadakan oleh Allah SWT; sebuah audisi mencari manusia shaleh yang pantas untuk menerima hadiah utama tak ternilai yang telah disediakan oleh Allah SWT: Lailatul Qadr. Manusia yang tahan dingin menempa tubuh dan hatinya untuk selalu datang ke masjid ibarat mempersiapkan wadah yang kuat dan kokoh untuk menerima sebuah hadiah yang berharga. Secara sederhana, tak mungkin menuangkan air mendidih ke dalam sebuah gelas yang sudah retak, karena gelas tersebut akan pecah.
Itulah, kemudian orang-orang membeli baju-baju baru, hampir dari kepala sampai telapak kaki semuanya baru. Sementara hatinya masih sama dengan tahun lalu, taka da yang berubah. Maka, mumpung masih ada kesempatan mari perbarui ibadah di bulan Ramadhan ini, dengan harapan tidak hanya baju baru yang akan dilihat oleh orang-orang pada hari kemenangan nanti, tetapi juga hati yang baru yang dilihat oleh Gusti Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, para Nabi dan Rasul, para malaikat, dan seluruh ciptaan-Nya di muka bumi ini.
0 comments:
Post a Comment