Pepe (lafal
“e” seperti pada kata “enak”) merupakan demonstrasi asli warisan leluhur
Nusantara. Sangat berbeda dengan demonstrasi modern yang kerap dilakukan oleh
masyarakat ataupun mahasiswa Indonesia saat ini. Demonstrasi dan demokrasi
memang dua hal yang tidak bisa dipisahkan, namun pada masa lalu tanpa demokrasi
pun masyarakat sudah mengenal sebuah cara untuk protes kepada penguasa jika ada
kebijakan atau ingin mendapatkan perhatian rajanya.
Demonstrasi
jadul itupun jauh dari kekerasan dan keberingasan, karena demonstrasi jadul itu
tidak membawa senjata, baik pentungan, parang, golok, apalagi megaphone atau
toa untuk berteriak-teriak tak karuan. Pada masa lalu, orang atau sekelompok
orang yang ingin berdemo cukup datang ke alun-alun, kemudian melepas baju dan
duduk bersila berdiam diri menghadap tepat ke arah kerajaan. Itulah mengapa
demonstrasi jadul itu disebut “pepe” karena jika dialihbahasakan ke bahasa
Indonesia, pepe berarti berjemur.
Biasanya
seorang penguasa atau raja yang menjumpai situasi ini langsung turun untuk
menemui atau meminta demonstran jadul itu untuk menghadap. Itulah bedanya,
ketika demonstrasi dilakukan dengan cara yang halus, hasilnya juga baik.
Bandingkan dengan demonstrasi modern saat ini: berteriak-teriak, kadang
anarkis. Maka penguasa pun membalas dengan meminta polisi (kebanyakan polisi
muda yang masih mudah terpancing emosi) mengatur demostran itu. Hasilnya,
kerusuhan.
Itulah,
bahwa sebenarnya banyak sekali tradisi-tradisi asli warisan leluhur yang
sebenarnya banyak mengandung pesan-pesan yang baik, dan khas Nusantara karena
bagaimanapun leluhur Nusantara ini adalah orang-orang yang sangat mengenal
karakteristik Nusantara, baik dari segi geografis maupun sosialnya. Maka akan
sangat baik jika masyarakat Indonesia saat ini kembali menengok ke belakang,
mempelajari kembali warisan-warisan leluhur sebagai modal menghadapi masa
depan, karena konon masyarakat Nusantara merupakan termasuk golongan ras
manusia tertua, yang jika ditelusuri akan sampai kepada Nabi Nuh AS.
Dan
sebaiknya janganlah terlalu silau dengan modernitas yang ditawarkan
negara-negara maju, karena sesungguhnya di dalam kehingar-bingaran modernitas
mereka, terdapat kesunyian akan nilai-nilai, norma-norma, dan spiritualitas.
Maka dari itu, banggalah menjadi Indonesia yang tradisional.
0 comments:
Post a Comment