Tuesday, January 11, 2011

Agama Sebagai Produk Budaya

Di warung depan kampus, bersama tiga orang teman, kami mendiskusikan (istilah yang lebih ilmiah daripada menggosip, menurutku) tentang seorang dosen yang mempunyai fanatisme tinggi terhadap salah satu organisasi. Tak jarang dosen tersebut memojokkan salah satu suku bangsa, yang menurutnya banyak yang menyimpang dari ajaran agama Islam.
Kami memulai dengan membicarakan, apa sih bedanya budaya dan agama? Mengapa orang-orang Indonesia begitu mudah menuduh seseorang sebagai orang kafir, sirik, ataupun musyrik karena budaya? Walaupun rasanya hal ini merupakan masalah yang sensitif, dan diperlukan pikiran yang jernih untuk membicarakan masalah tersebut, namun saya merasa masalah ini sangat penting, karena untuk menghidari kesalahpahaman terhadap golongan tertentu, seperti yang selama ini sering terjadi di Indonesia. Akan tetapi, di bawah ini hanyalah opini pribadi saya mengenai masalah tersebut. Saya bukanlah seorang pemikir yang kritis, namun ini mungkin dapat dikatakan sebagai uneg-uneg, dalam menanggapi begitu gencarnya serangan-serangan terhadap golongan tertentu atas nama agama.
Budaya merupakan sebuah wadah besar, yang di dalamnya terdapat cipta, rasa, dan karsa manusia dalam perannya sebagai makhluk Tuhan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa agama merupakan salah satu hasil dari budaya itu sendiri. Kemudian, yang menjadi kesenjangan antara kenyataan dan harapan adalah, setiap negara mempunyai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, dan di sisi lain beberapa negara menganut agama yang sama (sebagai contoh agama Islam, agama yang mempunyai penganut dari berbagai latar budaya). Permasalahan akan muncul ketika negara-negara penganut agama Islam non-Arab, yang mempunyai kebudayaan yang sangat jauh berbeda dengan kebudayaan Arab, tempat dimana agama Islam berkembang pertama kali.
Indonesia merupakan sebuah negara dengan penganut agama Islam yang besar, dan dibentuk oleh kumpulan kebudayaan yang sangat beragam, yang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan negara-negara Arab. Apabila kita mundur ke sejarah Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia lampau mengenal ajaran Animisme dan Dinamisme, ajaran yang sangat menghormati alam. Setelah itu datang era Hindu-Buddha ke Nusantara, yang pertama kali muncul pada abad ke-2 di Banten, dengan berdirinya Kerajaan Salakanagara (agama Islam konon telah ada sebelum abad pertama di pantai barat Sumatra, Barus). Disusul Kutai di Kalimantan dan Tarumanagara di Karawang. Era Hindu-Buddha berakhir pada tahun 1400 (menurut sejarah), bersamaan dengan runtuhnya Majapahit oleh serbuan Demak yang menganut Islam. Setelah itu agama Islam berkembang sangat pesat di Jawa, sedangkan sisa-sisa penganut agama Hindu memilih menyingkir ke Bali dan Nusa Tenggara Timur (Linus Suryadi AG, dalam bukunya Dari Pujangga ke Penulis Jawa, ia menuliskan bahwa, “Lagipula saudara-saudara etnik Jawa yang kini masih sangat kreatif di Pulau Bali, tiap kali ditanya asal-usul mereka, mereka pun akan mengaku bahwa: “Nenek moyang kami dari Majapahit. Orang Bali asli itu orang Trunyan di pinggir Danau Batur sana.” Hal.26). Pada periode inilah, agama Islam di Indonesia (Jawa) mengalami percampuran dengan kebudayaan asli dan kebudayaan Hindu-Buddha.
Mungkin inilah awal mula permasalahan, ketika Walisongo menyebarkan agama Islam dengan pendekatan budaya, masyarakat Indonesia saat ini memandang bahwa hal tersebut (budaya yang tidak sama dengan budaya arab, serta yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadist) merupakan budaya haram. Memang, di dalam kitab suci Al-Qur’an tidak tercantum tentang labuhan, atau jamasan pusaka, tapi bukan berarti hal tersebut musyrik. Orang-orang yang menghormati pohon-pohon besar, belum tentu berarti jelek. Mereka menghormati pohon-pohon besar, karena mereka tahu bahwa pohon merupakan makhluk bernyawa, makhluk hidup yang tidak boleh ditebang sembarangan. Kalau dibandingkan dengan sekarang?
Memang, budaya bukanlah agama.

4 comments:

  1. Secuil tambahan bahwa kalau agama kita ibaratkan sebagai sari pati atau bahan makanan maka budaya adalah cara pengolahan atau penyajiannya. Daging bila disajikan dalam bentuk rendang bagi masyarakat Amerika tentu akan kurang diminati, tapi lain halnya bila disajikan di masyarakat padang (indonesia). Mungkinkah agama dapat diterapkan langsung tanpa melalui media budaya, tentu jawabannya bisa saja bagai memakan sayur langsung tanpa diolah, namun tentunya ajaran agama akan lebih dapat diterima jika disampaikan dengan media-media yang akrab dengan pola kehidupan yang hidup dalam masyarakatnya...karena itulah dakwah para walisongo (yg sebagian besar berasal dari timur tengah dg budaya yg berbeda) dapat berhasil di bumi Jawa.

    ReplyDelete
  2. Maaf yaa mas, menurut saya justru agama itu mempunyai kebudayaan sendiri. bahkaan agama dikatakan sebagai pilar peradaban.
    saya kurang setuju ketika anda menyebut agama lahir dari kebudaan. kalimat itu terlalu ambigu dan akan melahirkan pemahaman yg salah tentang konsep KETUHANAN

    makasih

    ReplyDelete
  3. Memang benar "agama" merupakan salah satu produk dari kebudayaan suatu bangsa, dimana didasari oleh kepercayaan bangsa tersebut terhadap sesuatu kekuatan yang melebihi mereka/ manusia. Lebih lanjut, sari ajaran kepercayaan tersebut dirangkum, ditulis dengan gaya bahasa yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir masyarakatnya masing-masing. So.. sesungguhnya setiap bangsa mempunyai "kepercayaan/ agama" nya masing-masing, dan yang paling perlu disadari disini adalah bahwa "agama-agama" (Hindu, Budha, Islam, Kristen, dsb) yang diakui di Indonesia saat ini adalah tetap TAMU bagi bangsa Indonesia..!!!
    Hal yang perlu diteliti ulang (ralat) dari tulisan di atas, ...(agama Islam konon telah ada sebelum abad pertama di pantai barat Sumatra, Barus).. Islam mulai ada setelah abad ke 600 M..?!, ralat dari tanggapan LBHDMI... para walisongo tersebut sebagian besar berasal dari DARATAN TIONGKOK dan bukan Timur Tengah..!!!

    ReplyDelete
  4. terimakasih komentar2nya..sungguh menambah wawasan saya..
    @Anonymous; Saya pernah membaca tentang itu, bahwa Islam sudah dikenal jauh sebelum bukti tertua yang bisa ditemukan di Indonesia (makam Fatimah binti Maimun kl tidak salah, mohon koreksinya). Bahkan wilayah nusantara menjadi salah satu prioritas empat khalifah dalam menyebarkan islam, buktinya ketika Raden Kian Santang bertemu dengan Ali bin Abi Thalib. Tentang walisongo memang banyak pendapat mengenai asal usulnya. salah satunya yang mengatakan walisongo dari tiongkok adalah Pak Agus Mulyana sejarahwan senior indonesia..tetapi tentu saja perlu penelitian lebih lanjut. bagaimanapun saya bersyukur diperintah oleh Tuhan menjadi orang Jawa, dan oleh karenanya saya tetap orang muslim yang jawa, bukan muslim arab, ataupun muslim inggris, dll..trimakasih tanggapannya..

    ReplyDelete

 

Copyright © nglengkong Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger