Sebagai sebuah wilayah yang terletak di daerah lingkaran api (ring of fire), kepulauan Indonesia mempunyai persediaan gunung berapi sangat berlimpah. Gunung-gunung berapi tersebut tersebar dari ujung utara sampai wilayah timur Indonesia. Semua itu membuat tanah di nusantara ini sangat subur. Sehingga, banyak yang mengagumi kesuburan tanah nusantara, dari Koes Plus hingga Sir Thomas Stanford Raffles.
Gunung-gunung yang tersebar di nusantara ini sebagian memang sudah tidak aktif, tetapi tetap saja mempunyai kharisma tersendiri. Seperti Gunung Lawu di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Belum lagi gunung berapi yang masih aktif, seperti Gunung Merapi di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Bagi masyarakat di Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, gunung merupakan tempat sakral. Banyak hal berbau legenda ataupun mitos yang menyelimuti gunung, mulai dari penciptaan gunung itu sendiri atau hal lainnya. Jika diambil contoh di masa lalu, beberapa diantara Walisongo menggunakan nama-nama gunung, seperti Sunan Muria (Gunung Muria, Jateng), Sunan Gunung Jati (Perbukitan Gunung Jati, Cirebon). Makam-makam tokoh terkenal di masa lalu pun kebanyakan berada di gunung, contoh Makam Sultan Agung (Perbukitan Imogiri, Bantul).
Selain itu, banyak hal ganjil senantiasa menyelimuti keberadaan sebuah gunung. Ambillah gunung yang paling fenomenal saat ini, Merapi. Hampir seluruh Indonesia mengetahui nama-nama mBah Petruk, Eyang Sapu Jagat, ataupun Nyai Gadhung Melati. Nama-nama tersebut mulai mencuat sejak Gunung Merapi mulai beraktivitas beberapa waktu lalu. Akan tetapi, mungkin banyak yang belum tahu mengenai manusia berbelalai gajah dan legenda pohon beringin putih. Itulah gunung, yang meskipun dunia ini bergerak ke arah yang semakin modern, gunung selalu mampu mempertahankan kesakralannya.
Selain itu, gunung Merapi juga sangat erat berkaitan dengan Mataram. Ketika Ki Ageng Pemanahan wafat kemudian kekuasaan berpindah ke putranya, Danang Sutawijaya atau lebih terkenal dengan sebutan Panembahan Senopati. Panembahan Senopati meminta bantuan kepada guru spiritualnya, Ki Juru Mertani untuk bertapa di Merapi, sementara ia sendiri bertapa di Parangtritis, yang kemudian memunculkan cerita terkenal lainnya. Oleh sebab itu, dua Kraton penerus Mataram, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta secara rutin selalu mengadakan upacara labuhan di Gunung Merapi.
Sementara Gunung Lawu mempunyai predikat yang luar biasa di kalangan masyarakat Jawa. Gunung itu diyakini sebagai pusat spiritualnya Pulau Jawa. Banyak yang meyakini bahwa raja terakhir Majapahit, Brawijaya V, moksa di gunung Lawu yang kemudian mendapat julukan sebagai Sunan Lawu. Sementara versi lain menyatakan bahwa Brawijaya V moksa di Gunung Kidul, Yogyakarta. Terlepas dari mitos-mitos yang berkembang di masyarakat, Gunung Lawu memang mempunyai reputasi yang sangat luar biasa. Memang ketika memasuki wilayah gunung ini, nuansa spiritual yang kental sangat terasa. Bahkan bagi orang awam.
Tempat ini pun mempunyai legenda layaknya gunung-gunung lain. Objek wisata Grojogan Sewu diyakini sebagai tempat mandi para bidadari. Ada juga yang mengungkapkan bahwa air terjun tersebut merupakan air mata para bidadari.
Belum lagi gunung-gunung lain seperti gunung kembar Sindoro-Sumbing, Semeru, Bromo, ataupun Merbabu. Juga gunung-gunung yang hanya terkenal di kalangan tertentu, seperti Gunung Limo di Pacitan dan Gunung Tidar di Magelang.
Akan tetapi, lain gunung, lain pula sungai dan samudra.
Satu hal yang sama, sungai-sungai dan samudra bagi masyarakat Jawa juga mempunyai legenda-legenda dan mitos-mitos yang senantiasa terpelihara layaknya mata air. Seperti terjadinya Sungai Bedog, yang diyakini sebagai jalur yang digunakan Naga Baru Klinthing menuju Gunung Merapi. Belum Sungai Progo, yang disamakan dengan sebuah sungai di India. Tak hanya sungai, wilayah perairan seperti rawa-rawa dan samudra pun mempunyai legendanya sendiri-sendiri. Legenda Rawa Pening, ataupun mBelik (semacam mata air yang membentuk kolam kecil) Pace di Banguntapan, Bantul, peninggalan Raden Ronggo, putra Panembahan Senopati.
Bagi masyarakat, wilayah yang dekat dengan air merupakan wilayah yang penuh kekuatan spiritual. Entah itu memiliki potensi yang merusak atau sebaliknya. Akan tetapi, banyak orangtua yang melarang anak-anaknya bermain di sekitar perairan ketika menjelang senja. Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya potensi-potensi gaib di sekitar perairan. Namun, jika merujuk ke agama, memang tempat-tempat yang dingin dan lembab merupakan tempat kesukaan para jin ataupun makhluk-makhluk Tuhan yang lain.
Air sungai mengalir menuju samudra. Sebelum sampai ke samudra, bertemu dengan aliran sungai yang lain. Wilayah pertemuan antara dua sungai, di masyarakat Jawa disebut sebagai tempuran. Tempat-tempat seperti ini selalu menjadi tujuan para pencari ilmu untuk menguji telah seberapa tangguh dirinya, dengan berendam di tengah-tengah tempuran. Konon, akan muncul godaan-godaan yang akan menguji si pencari ilmu.
Sementara samudra mempunyai legenda lain. Ambil saja yang paling terkenal, Laut Selatan pulau Jawa, yang dikuasai oleh Kanjeng Ratu Kidul. Tokoh ini begitu terkenal karena hubungannya dengan Panembahan Senopati dan juga raja-raja Jawa setelah itu. Konon Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga pernah bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul. Oleh karena itu, Laut Selatan, tepatnya di Parangkusumo, Kraton Yogyakarta secara rutin menggelar upacara labuhan.
Selain itu, tempat ini terkenal karena dua tokoh lain yang sering diduga sebagai penguasa Laut Selatan, yaitu Nyai Roro Kidul dan Nyai Loro Kidul. Keduanya sering disalahartikan sebagai penguasa Laut Selatan. Padahal dua tokoh tersebut merupakan pengikut Kanjeng Ratu Kidul, penguasa Laut Selatan. Sementara di Laut Utara Jawa, muncul tokoh penguasa Laut Utara yang bernama Dewi Anjani. Tokoh ini mirip dengan Kanjeng Ratu Kidul di Laut Selatan, akan tetapi banyak yang belum mengetahuinya.
Mitos-mitos ataupun legenda-legenda seakan telah akrab bagi masyarakat Jawa. Bahkan mungkin bisa dibilang bahwa masyarakat Jawa tumbuh bersama dengan legenda. Karena dalam perkembangannya, banyak tokoh-tokoh yang semula hanya ada dalam kisah-kisah, ternyata benar-benar ada. Ataupun sebaliknya, tokoh yang semula dikira ada, ternyata hanya sebuah dongengan. Akan tetapi, ada juga tokoh yang sampai sekarang masih kabur antara legenda ataupun kenyataan. Diantaranya, seorang tokoh bernama Rangga Tohjaya, seorang prajurit Demak yang merupakan sahabat Ki Ageng Pengging dan kakaknya, Kebo Kanigoro. Konon mereka bertiga pernah bertemu di sebuah tempat di Merapi, yang kemudian dikenal dengan Petilasan Kanigoro. Kemudian, Rangga Tohjaya juga sempat muncul dalam kisah silat populer karangan S.H Mintardja, Nagasasra Sabukinten.
Hal-hal semacam ini terjadi karena pendokumentasian sejarah di nusantara tidak terkelola dengan baik. Ketika sejarah suatu bangsa terlupakan oleh bangsanya sendiri, dapat dipastikan bangsa tersebut akan hilang. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa untuk menghancurkan sebuah negara, tak perlu dengan senjata-senjata berat ataupun bom, cukup dengan membuat generasi muda negara tersebut lupa akan sejarahnya. Dan itu benar.
Sekali lagi, peran pemerintah yang terkait sangat penting. Bersama-sama dengan Kraton-kraton yang masih tersisa di Nusantara ini, menemukan kembali mata rantai yang hilang tentang sejarah Nusantara, karena banyak yang tertulis di buku-buku sejarah untuk siswa sekolah, sama sekali berbeda dengan apa yang mungkin, terjadi di masa lalu. Jika pemahaman siswa sejak dini pada sejarah telah melenceng, pelan tapi pasti negara ini akan menuju kehancuran.
0 comments:
Post a Comment