Thursday, April 12, 2012

Edisi Aksara Jawa: Makna Huruf “Na” dan “Ca”

Sesuai dengan urutannya, aksara setelah “Ha” adalah “Na” dan “Ca”. Mengapa dua aksara ini digabung dalam satu ulasan, karena hal ini berhubungan dengan makna yang akan diulas di bagian ini. Sebelumnya telah dijabarkan mengenai makna aksara “Ha”, yaitu “Hurip” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Hidup”. Di bagian ini akan dijabarkan mengenai makan aksara kedua dan ketiga, yaitu “Na” dan “Ca”.
Yang pertama, yaitu “Na” merupakan pengejawantahan dari “Nur” atau cahaya. Seperti yang telah diketahui bahwa Nur adalah bahasa arab untuk “cahaya” yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Mengapa setelah “Hurip” ada “Nur”? Apakah tidak terlalu memaksakan ketika aksara jawa yang berbunyi “Na” diartikan sebagai “Nur” hanya karena kemiripan pengucapan? Kemungkinan hal tersebut ada, tetapi yang ditekankan di sini bukanlah mengenai masalah linguistik antara bahasa satu dengan yang lain, tetapi pemaknaan akan sesuatu. Manusia bisa hidup karena Tuhan yang menciptakan. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa cahaya Tuhan ada di dalam setiap diri manusia. Huruf “Na” inipun ternyata hanya sebuah kependekan dari “Nur candra Gusti Ingkang Murbeng Dumadi” (ternyata kata “nur” juga telah diserap ke dalam bahasa jawa). Lantas apa maksud dari kalimat itu? Kalimat tersebut cukup jelas bahwa, cahaya Tuhan Yang Maha Pencipta (ada di dalam diri manusia).
Kemudian aksara “Ca” ternyata mempunyai kesamaan dengan aksara “Na”, yaitu berarti “Cahya”, yang artinya kurang lebih sama dengan “cahaya”. Kenapa hal ini bisa terjadi, “Cahya” di sini juga merupakan cahaya Ilahi yang ada dalam setiap diri manusia yang tercermin pada tingkah laku manusia yang baik. Manusia mempunyai dua sifat yang saling bertentangan, yaitu sifat baik dan buruk. Cahaya Ilahi bisa diinterpretasikan sebagai wujud perbuatan baik atau tingkah laku terpuji yang dilakukan manusia. Aksara “Ca” ini juga merupakan sebuah penyederhanaan dari sebuah kalimat yang penuh makna, “Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi”, yang artinya kurang lebih bahwa arah dan tujuan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Kesimpulannya adalah, “cahaya” yang terefleksikan dalam dua aksara ini merupakan sifat-sifat ilahiah yang ada dalam diri manusia. Hal ini ternyata penting sehingga membutuhkan dua aksara yang berbeda untuk menegaskan mengenai hal ini, bahwa tingkah laku yang baik merupakan anugrah dari Tuhan, dimana Tuhan juga menginginkan manusia agar selalu berbuat baik di manapun berada. 

2 comments:

 

Copyright © nglengkong Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger