Wednesday, April 24, 2013

Misteri Letak Kraton Yogyakarta

Kraton Yogyakarta merupakan salah satu tujuan wisata utama di Yogyakarta. Dengan dibukanya Kraton Yogyakarta sebagai tujuan wisata, tentunya image kraton yang wingit, angker, ataupun tertutup perlahan mulai hilang, meski ada beberapa bagian dari Kraton Yogyakarta yang tidak boleh dimasuki orang lain kecuali kerabat dan para Abdi Dalem. Tetapi pernahkah memikirkan, mengapa tempat itu yang dipilih untuk didirikan bangunan kraton? Apakah ada makna khusus sehingga tempat itu yang dipilih oleh Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengku Buwono I?
Sebagai salah satu penghubung antara kejayaan masa lalu Nusantara dengan modernitas Indonesia, Keraton Yogyakarta mempunyai hal-hal yang masih menjadi misteri, dari apa yang bisa dilihat oleh masyarakat, ataupun yang tidak bisa dilihat oleh masyarakat. Bahkan hal-hal yang bisa dilihat dengan jelas pun kadang masih menyisakan misteri yang tidak mudah untuk dipahami. Salah satunya letak Kraton Yogyakarta yang ada di sebelah selatan Jalan Malioboro yang legendaris.
Sudah diketahui secara luas bahwa letak Kraton Yogyakarta berada di antara Gunung Merapi di utara dan Laut Selatan di selatan. Juga berada di antara dua sungai, Sungai Code di timur dan Sungai Winongo di barat. Dan pemilihan tempat itu menjadi lokasi bangunan kraton, ternyata bukanlah sembarangan.
Pertama, permukaan tanah yang kini berdiri bangunan Kraton Yogyakarta merupakan gundukan yang lebih tinggi daripada permukaan tanah di sekitarnya. Istilahnya, berada pada bathok bulus (cangkang kura-kura). Dengan permukaan tanah yang lebih tinggi, kraton tidak akan tergenang air ketika hujan lebat. Dan sejak pertama dibangun sampai sekarang, Kraton Yogyakarta belum pernah tergenang air.
Kemudian kedua, Kraton Yogyakarta terletak antara dua kekuatan alam, yaitu gunung dan samudra. Dalam kepercayaan hinduisme, dikenal istilah palemahan – pawongan – parahiyangan. Samudra atau Laut Selatan merupakan simbol palemahan, Kraton Yogyakarta di tengah-tengah sebagai simbol pawongan, sementara Gunung Merapi di utara sebagai parahiyangan. Kemudian, oleh Pangeran Mangkubumi atau Sultan HB I konsep hiduisme tersebut diubah ke dalam konsep Islam-Jawa, yaitu Manunggaling Kawulo Gusti. Konsep Manunggaling Kawulo Gusti disini bukan diartikan sebagai bersatunya hamba dan Tuhan, tetapi bersatunya rakyat dan penguasa. Kraton Yogyakarta juga diapit oleh dua bangunan, yaitu Tugu Yogyakarta (Tugu Golong Gilig) di sebelah utara, dan Kandang Menjangan di sebelah selatan, tepatnya di Krapyak. Ternyata bangunan tersebut juga diadaptasi dari konsep hindu yang diubah menjadi konsep Islam-Jawa. Pada konsep hindu, dikenal bangunan Lingga dan Yoni, yang mana merupakan lambang kesuburan atau kadang disebut sebagai lambang pria dan wanita. Tugu Yogyakarta berperan sebagai Lingga, sementara Kandang Menjangan berperan sebagai Yoni. Oleh Pangeran Mangkubumi atau Sultan HB I, konsep tersebut diubah ke dalam konsep Islam-Jawa, yang dikenal dengan sebutan sangkan paraning dumadi (asal mula kehidupan). Dari Krapyak menuju Kraton disebut sangkan, sementara dari Kraton ke Tugu adalah dumadi. Seringkali orang-orang menyebut garis imajiner dari tugu ke krapyak, padahal sebenarnya adalah garis filosofi, karena benar-benar ada garisnya, yaitu berupa jalan raya.
Ketiga, tempat yang terletak antara dua sungai bagi masyarakat India merupakan tempat yang hanya untuk bangunan tempat suci. Jadi tidak sembarangan mendirikan bangunan yang terletak di antara dua sungai. Tetapi di Indonesia, Kraton Yogyakarta berdiri di antara dua sungai.
Pangeran Mangkubumi yang kelak bergelar Sultan Hamengku Buwono I selain panglima perang yang tangguh juga merupakan arsitek ulung. Hal itu tercermin dari bangunan Kraton Yogyakarta, baik letak, tata ruang, ataupun ornamen-ornamen yang ada di kraton. Penggunaan dominasi warna hijau tua dan keemasan juga tidak sembarangan, karena warna tersebut mempunyai makna tersendiri. Juga berdirinya Kraton Yogyakarta, ternyata mempunyai rahasia, dan itu sangat berhubungan erat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2 comments:

  1. wah tambah informasi baru nih tentang tata letak Kraton Jogja. terlepas dari semua filosofi itu, ada satu lagi keunggulan letak geografis Kraton Yogyakarta yaitu dari sisi pertahanan, maka pada jaman dahulu barangkali relatif susah untuk diserang musuh, mengingat beberapa rintangan, di sebelah barat ada pegunungan menoreh, di sebelah selatan ada pegunungan kidul, di sebelah utara ada merapi, dan sebelah selatan berbatasan dengan pantai. Kayaknya kita ada kesamaan minat mas tentang budaya walaupun bidang saya bukan dari budaya .. hehehe

    ReplyDelete
  2. hehe sama sama mas saya baru belajar..saya belajar sejarah otodidak jadi ada beberapa hal yang mungkin malah ngawur hahaha..
    mohon koreksinya kalau ada yang menyesatkan..salam kenal..

    ReplyDelete

 

Copyright © nglengkong Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger