Wilayah
Nusantara sangat terkenal salah satunya karena banyaknya gunung berapi, baik
yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Bahkan Indonesia mempunyai
gunung yang bergelar gunung teraktif di dunia, yaitu Gunung Merapi yang
terletak di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah. Menurut para ahli ilmu bumi
dan gunung, hal ini disebabkan karena wilayah nusantara merupakan “Ring of Fire”.
Sementara
bagi penduduk lokal nusantara (suku-suku asli nusantara), gunung mempunyai
tempat tersendiri dalam perkembangan budaya lokal, yaitu kesamaan anggapan
bahwa gunung adalah tempat yang sakral karena merupakan tempat tinggal para
dewa (pemahaman seperti ini nampaknya merupakan pemahaman global masyarakat di
seluruh dunia, sebagai contoh masyarakat Yunani yang meyakini para dewa
bertempat tinggal di Gunung Olympus, dll). Di Indonesia sendiri gunung bahkan
dijadikan sebagai kompleks pemakaman, seperti Makam Raja-Raja Imogiri Bantul
Yogyakarta, kemudian juga makam beberapa wali yang berada di gunung, seperti
makam Sunan Gunung Jati, yang ada di sebuah gunung bernama Gunung Jati,
Cirebon, Jawa Barat. Atau makam Sunan Muria di Gunung Muria, Jawa Tengah.
Akan
tetapi, akhir-akhir ini beberapa gunung di Indonesia mendapat perhatian lebih
dari masyarakat Indonesia. Beberapa gunung seperti Gunung Sadahurip, Gunung
Padang, dan Gunung Lalakon mendadak terkenal karena konon di dalam gunung
tersebut terdapat piramida layaknya piramida di Mesir. Jika memang benar, maka
“gunung-gunung” yang semuanya terdapat di Jawa Barat tersebut tentu saja akan
melebihi piramida terbesar di Mesir, yang bernama Piramid Giza, karena ukuran
“gunung-gunung” tersebut melebihi piramid terbesar itu.
Fenomena
ini seolah meneruskan tongkat estafet yang sebelumnya dimulai oleh Prof. Santos
yang menyatakan bahwa kepulauan Atlantis ada di nusantara (Indonesia), dengan
berbagai pertimbangan seperti banyaknya gunung berapi dan wilayah yang tak
pernah mengalami musim dingin (sinar matahari sepanjang tahun). Setelah itu
berbagai tanggapan muncul, sementara berbagai penelitian juga terus dilakukan. Fenomena
ini semakin ramai ketika seorang dosen dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyatakan bahwa Candi Borobudur adalah buatan tentara Nabi Sulaiman, sementara
Candi Boko adalah Kerajaan Saba yang diperintah oleh Ratu Balqis. Pernyataan
tentang hal tersebut langsung ramai didiskusikan di forum-forum online (bahkan
terdapat video untuk penyataan ini). Banyak yang kaget tapi banyak juga yang
menyangkal akan hal tersebut.
Belum
hilang forum itu, muncul lagi fenomena Gunung Sadahurip yang konon merupakan
piramida yang terpendam, tapi sejauh ini nampaknya belum membuahkan hasil. Akan
tetapi ternyata pencarian belum selesai, karena dilakukan penggalian di Gunung
Padang. Penggalian tersebut membuahkan hasil karena ditemukan susunan batu yang
tidak beraturan di gunung tersebut. Bahkan diperkirakan gunung tersebut sudah
dihuni manusia sejak 6000 tahun sebelum masehi! Lebih tua daripada peradaban
Mesir. Bergeser ke timur, di Jawa Tengah beberapa candi menarik perhatian,
yaitu Candi Sukuh, Candi Cetho, dan Candi Penataran. Candi Sukuh mempunyai
bentuk yang tidak lazim untuk candi-candi di Jawa, yaitu berbentuk piramida
terpenggal, seperti piramida bangsa Inca, Maya ataupun Aztec di Amerika.
Terdapat pula arca yang tidak menggambarkan orang Jawa, dan sosok manusia
burung yang mirip dengan Annunaki daripada sosok Jatayu.
Yang
terakhir, Gunung Lalakon di Soreang, Bandung, mendadak terkenal. Beberapa foto
tentang penelitian di gunung ini menunjukkan bahwa di gunung ini terdapat
sebuah bangunan. Yang dijadikan pertimbangan adalah bahwa penduduk sekitar
gunung tersebut tidak bisa menggali sumur sampai dalam karena terbentur oleh semacam
batu. Disimpulkan bahwa batu tersebut adalah lantai di sekeliling piramida.
Penggalian di gunung tersebut juga menunjukkan susunan batu yang rapi
mengelilingi gunung. Dengan adanya penemuan-penemuan ini, masyarakat Indonesia
sebaiknya mulai bersiap-siap untuk tidak kaget dan menanggapi berlebihan jika
di Indonesia nantinya memang ditemukan piramida.
Terlepas
dari hal itu, mengapa gunung mempunyai tempat tersendiri di hati masyarakat
Indonesia (nusantara)? Bahkan anak-anak kecil yang belum bisa menulis jika
disuruh menggambar maka secara otomatis mereka akan menggambar dua buah gunung
dengan matahari yang baru terbit di antaranya, sementara di bawah gunung
terdapat sawah. Hal tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa sebenarnya di dalam
diri setiap manusia Indonesia, gunung adalah tempat yang spesial. Mungkin jika
hal ini dihadapkan pada Robert Langdon, tokoh utama dalam novel trilogi masif
karya Dan Brown yang ahli simbol, maka ia akan membaca bahwa manusia Indonesia
adalah penganut Pagan yang menyembah Dewa Matahari.
Selain
itu, banyak sekali simbol-simbol yang berwujud gunung dalam kebudayaan lokal
Indonesia. Sebagai contoh, tumpeng (jawa: tumindak
lempeng), tradisi Grebeg, lagu Gundul-gundul Pacul, serta gunungan dalam
pertunjukan wayang kulit. Nasi tumpeng berwujud gunung dengan dikelilingi oleh
bermacam-macam lauk pauk. Hal tersebut bisa diartikan sebagai manusia yang
menuju kesejatian (menuju Tuhan), dimana jalan yang ia tempuh sangat berat
(diibaratkan dengan naik gunung), sementara banyak godaan yang menyertainya
(disimbolkan dengan lauk pauk). Selain penggambaran di atas tumpeng juga sering
digunakan sebagai simbol manusia dengan berbagai karakter (lauk pauk). Akan tetapi
jika dihubungkan dengan fenomena gunung piramida, tumpeng akan memberi
kemakmuran ketika dirusak (maksudnya dibagikan kepada orang-orang untuk
kemudian dinikmati secara bersama-sama).
Tradisi
Grebeg, yang rutin diadakan setiap tahun di Kraton Solo maupun Kraton
Yogyakarta, pada awalnya diciptakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Grebeg
Gunungan yang terbuat dari berbagai macam makanan dan sayuran ini akan
diperebutkan setelah diarak. Maka gunungan itu akan dirusak untuk selanjutnya
makanan dan sayuran dapat dinikmati (sama dengan tumpeng, bahwa untuk menikmati
makanan – maksudnya kesejahteraan – gunung harus dibuka terlebih dahulu).
Maksud yang sama juga terdapat pada lagu anak-anak Gundul-gundul Pacul, dimana
lirik lagu tersebut, “gundul-gundul pacul
cul, gemblelengan/ nyunggi-nyunggi wakul kul, gemblelengan/ wakul ngglimpang
segane dadi sak latar (2x)//”. Bahwa permintaan untuk macul (mencangkul) yang gundul (gunung gundul), adalah untuk
membagi rejeki (wakul ngglimpang segane
dadi sak latar).
Simbol
yang cukup jelas tapi sering luput dari perhatian adalah gunungan dalam
pertunjukan wayang kulit, dimana dua buah gunungan selalu mengawali
pertunjukan. Jika diamati, wujud gunungan adalah rata di pinggir dan terdapat
semacam gerbang di dalamnya dengan berbagai makhluk hidup, seperti harimau,
banteng, kera, dan juga pepohonan. Ada yang mengatakan bahwa di dalam
gunung-gunung tertentu terdapat keraton (bangunan). Dalam dunia konspirasi,
sebuah gerbang dengan dua buah pilar disebut Boas dan Yakhin, pilar
istana Nabi Sulaiman AS yang kemudian menjadi simbol kelompok-kelompok
tertentu.
Makna
simbol-simbol tentang gunung tersebut sempat dibahas dalam sebuah acara di TVRI
Yogyakarta dalam sebuah acara yang berjudul Karang
Tumaritis, yang secara khusus selama dua minggu membahas penemuan-penemuan
dan penelitian-penelitian tentang beberapa gunung di Indonesia yang ditengarai
merupakan piramida yang terkubur. Jika memang nantinya benar-benar ditemukan
piramida di “gunung-gunung” tersebut, sikap berlebihan yang selama ini
ditunjukkan oleh kebanyakan masyarakat (acara-acara televisi tertentu) harus
diminimalisir.
Dan
lagi, jika benar-benar ditemukan piramida di Indonesia, para filologi harus
bekerja lebih keras untuk mencari aksara-aksara asli Nusantara, karena selama
ini menurut sejarah aksara-aksara yang ada di Nusantara merupakan turunan dari
aksara Dewanagari dari India. Jika memang begitu, maka seharusnya kebudayaan
India lebih tua daripada kebudayaan Nusantara, yang konon telah ada sejak 6000
tahun SM.
0 comments:
Post a Comment